Pengenalan Zakat
http://bmhsda.blogspot.com/2010/05/pengenalan-zakat.html
Ditinjau dari segi terminologi, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari kata zaka yang berarti berkah (Al-Barakatu), tumbuh (An-Numuw), bersih (At-Thohuru), dan baik atau beres (As-Sholahu). Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang memenuhi syarat ketentuan agama yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak, yaitu (8) delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”
Makna Zakat
Pertama, At-Thohuru, bermakna membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan berzakat baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan tidak menjadikan riya’ atau ujub (sombong atau ingin di sebut dermawan) keikhlasan mengantarkannya untuk memberi saat berkecukupan atau saat kekurangan. Disebabkan keikhlasan inilah Allah membersihkan dan mensucikan jiwa dan harta. Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah, 9: 103)
Kedua, Al-Barakatu, bermakna berkah. Berkah harta hidup menjadi tentram, dengan zakat tersebut seseorang dapat memaknai dan merasa berkecukupan atas apa yang telah Allah reskikan kepadanya.
Ketiga, An-Numuw, bermakna tumbuh dan berkembang. Bila harta disucikan dengan zakat maka keberkahan hidup sudah selayaknya didapat. Harta yang dimiliki hakikatnya bukan berkurang, akan tetapi investasi besar telah dilakukan. Keajaiban sedekah inilah yang akan menumbuhkembangkan usaha, di mudahkan urusan dan di lipat gandakan keuntungan.
Keempat, As-Sholahu , bermakna beres atau baik. Setiap orang ingin terbebas dari berbagai masalah, menyelesaikannya dengan baik dan keputusan yang diambil tepat. Kata Zakat juga bermakna as-sholahu yang bermakna beres. OK. Selesai atau baik. Syariat zakat bukan dimaksudkan untuk memberatkan dari orang yang berzakat, akan tetapi yang sebenarnya ia telah menolong diri sendiri untuk menjadi lebih baik lagi, yang dengan itu pada hakikatnya ia menjaga hartanya, menunaikan kewajiban pada Allah dan membatu orang yang tidak mampu.
Dalil Zakat
a.) Beberapa Terminologi yang Digunakan dalam Al-qur’an;
Makna Zakat
Pertama, At-Thohuru, bermakna membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan berzakat baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan tidak menjadikan riya’ atau ujub (sombong atau ingin di sebut dermawan) keikhlasan mengantarkannya untuk memberi saat berkecukupan atau saat kekurangan. Disebabkan keikhlasan inilah Allah membersihkan dan mensucikan jiwa dan harta. Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah, 9: 103)
Kedua, Al-Barakatu, bermakna berkah. Berkah harta hidup menjadi tentram, dengan zakat tersebut seseorang dapat memaknai dan merasa berkecukupan atas apa yang telah Allah reskikan kepadanya.
Ketiga, An-Numuw, bermakna tumbuh dan berkembang. Bila harta disucikan dengan zakat maka keberkahan hidup sudah selayaknya didapat. Harta yang dimiliki hakikatnya bukan berkurang, akan tetapi investasi besar telah dilakukan. Keajaiban sedekah inilah yang akan menumbuhkembangkan usaha, di mudahkan urusan dan di lipat gandakan keuntungan.
Keempat, As-Sholahu , bermakna beres atau baik. Setiap orang ingin terbebas dari berbagai masalah, menyelesaikannya dengan baik dan keputusan yang diambil tepat. Kata Zakat juga bermakna as-sholahu yang bermakna beres. OK. Selesai atau baik. Syariat zakat bukan dimaksudkan untuk memberatkan dari orang yang berzakat, akan tetapi yang sebenarnya ia telah menolong diri sendiri untuk menjadi lebih baik lagi, yang dengan itu pada hakikatnya ia menjaga hartanya, menunaikan kewajiban pada Allah dan membatu orang yang tidak mampu.
Dalil Zakat
a.) Beberapa Terminologi yang Digunakan dalam Al-qur’an;
1. Al-Zakat (zakat) seperti pada surah Al-Baqoroh ayat 110 Allah berfirman ” Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat (QS. Al-Baqoroh, 2; 110)”.
2. Al-Nafaqah (Infak) seperti yang terdapat pada surah At-Taubah ayat 103 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkandan mensucikanmereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah, 9; 110)”.
Firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu (QS. Al-Baqoroh, 2; 267).
3. Al-Haq (hak) terdapat pada surah Al-An’am, 141“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-An’am, ; 141)”.
b.) Beberapa Dalil dari Hadits
Dari Abu Ayub RA bahwa seorang laki-laki berkata kepad Nabi SAW “Beritahukan kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan kepadaku kedalam surga!”. Seseorang berkata “ada apa dengannya, ada apa dengannya (apa yang ia tanyakan)?” Nabi SAW bersabda “ Ia mempunyai kepentingan (ia menanyakan sesuatu yang sangat penting), engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan mempererat hubungan kekeluargaan”
Dari Bahz bin Hakiem, dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda; pada setiap onta yang mencari makan sendiri dalam jumlah setiap 40 ekor, zakatnya seekor bintu labun (1), tidak boleh onta dipisahkan dari perhitungannya. Barang siapa memberi zakat karena mengharap pahala, maka ia akan mendapat pahalanya; dan barang siapa enggan mengeluarkannya, maka sesungguhnya kami akan mengambilnya berserta separoh ontanya, sebagai satu perintah keras dari perintah Tuhan kami, tabaaraka Wa Ta’aala. Tidak halal bagi keluarga Muhammad sedikit pun dari padanya. (HR Ahmad dan Nasai).
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. Ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, ia bersabda. ”maka beri tahulah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang miskim mereka; kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kerhormatang harta-harta mereka. (HR. Jamaah)”.
Selain yang telah ditetapkan dengan jelas, secara umum ada harta yang menjadi sumber zakat. Hasbi Ash-Shiddieqy memberi dua alasan pokok dari permasalah ini. Pertama, illat-illat yang menyebabkan harta-harta itu menjadi sumber zakat dimasa Nabi dan faktor-faktor yang diperhatikan Nabi diwaktu menfardukan zakat terhadap barang-barang tersebut. Kedua, kemungkinan kita qiyaskan yang terdapat illat yang serupa dan apakah para sahabat sudah mengunakan qiyas berdasarkan illat itu.
Illat di sini lebih ditujukan usaha yang dilakukan itu merupakan pekerjaan yang menghasilkan harta benda, dengan demikian harta benda yang diperoleh dari pekerjaan yang halal merupakan sumber zakat yang potensial. Dalam hal ini ulama membagi harta menjadi tiga bagian;
b.) Beberapa Dalil dari Hadits
Dari Abu Ayub RA bahwa seorang laki-laki berkata kepad Nabi SAW “Beritahukan kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan kepadaku kedalam surga!”. Seseorang berkata “ada apa dengannya, ada apa dengannya (apa yang ia tanyakan)?” Nabi SAW bersabda “ Ia mempunyai kepentingan (ia menanyakan sesuatu yang sangat penting), engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan mempererat hubungan kekeluargaan”
Dari Bahz bin Hakiem, dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda; pada setiap onta yang mencari makan sendiri dalam jumlah setiap 40 ekor, zakatnya seekor bintu labun (1), tidak boleh onta dipisahkan dari perhitungannya. Barang siapa memberi zakat karena mengharap pahala, maka ia akan mendapat pahalanya; dan barang siapa enggan mengeluarkannya, maka sesungguhnya kami akan mengambilnya berserta separoh ontanya, sebagai satu perintah keras dari perintah Tuhan kami, tabaaraka Wa Ta’aala. Tidak halal bagi keluarga Muhammad sedikit pun dari padanya. (HR Ahmad dan Nasai).
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. Ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, ia bersabda. ”maka beri tahulah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang miskim mereka; kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kerhormatang harta-harta mereka. (HR. Jamaah)”.
Selain yang telah ditetapkan dengan jelas, secara umum ada harta yang menjadi sumber zakat. Hasbi Ash-Shiddieqy memberi dua alasan pokok dari permasalah ini. Pertama, illat-illat yang menyebabkan harta-harta itu menjadi sumber zakat dimasa Nabi dan faktor-faktor yang diperhatikan Nabi diwaktu menfardukan zakat terhadap barang-barang tersebut. Kedua, kemungkinan kita qiyaskan yang terdapat illat yang serupa dan apakah para sahabat sudah mengunakan qiyas berdasarkan illat itu.
Illat di sini lebih ditujukan usaha yang dilakukan itu merupakan pekerjaan yang menghasilkan harta benda, dengan demikian harta benda yang diperoleh dari pekerjaan yang halal merupakan sumber zakat yang potensial. Dalam hal ini ulama membagi harta menjadi tiga bagian;
1. Harta benda yang merupakan kebutuhan fital dan bersifat berkelanjutan sebagai bentuk hajat dari fasilitas tersebut, seperti rumah, perabot dan sebagainya.
2. Harta benda yang bukan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, namun sifatnya untuk memperoleh keuntungan. Atau harta benda yang dapat berkembang/subur, seperti tanah pertanian yang ditanami, binatang ternak, perdagangan, emas dan perak.
3. Harta-harta yang terletak antara dua bagian itu, seperti mesin pabrik, buruh perkerja, yang masuk juga didalamnya harta bergerak, saham, obligasi.
c.) Syarat Wajib Zakat
Syaik Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan mengemukakan lima syarat dari orang yang diwajibkan berzakat, diantaranya;
Syaik Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan mengemukakan lima syarat dari orang yang diwajibkan berzakat, diantaranya;
1. Merdeka, zakat tidak wajib atas budak karena dia tidak memiliki harta. Harta yang ada ditangannya adalah milik tuanya. Maka zakatnya ditangan tuannya.
2. Pemilik harta adalah orang muslim, zakat tidak wajib atas orang kafir.
3. Telah sampai nisab (batas minimal harta yang harus dikeluarkan), maka tidak wajib membayar zakat jika harta dibawah nisab.
4. Pemilik yang sebenarnya. Tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta yang tidak baku pemiliknya, semisal orang yang berhutang dari kepemilikan harta.
5. Telah berlalu satu tahu (haul).
d.) Objek Zakat
5. Telah berlalu satu tahu (haul).
d.) Objek Zakat
Zakat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu; Zakat harta benda dan zakat badan atau biasa disebut dengan zakat fitrah. Ali Gharisyah, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ridwan Mas’ud mengungkapkan, zakat maal (harta) adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Sedangakan zakat fitrah (zakat badan) adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim pada malam dan hari raya idul fitri.
(bmhkaltim.or.id)
Connect Us